Rabu, 27 April 2011

Analisis Masalah Rekonsiliasi di KPKNL Bekasi


Pada bagian ini Penulis akan menganalisis masalah-masalah yang ditemukan pada proses rekonsiliasi di KPKNL Bekasi.
  1. Operator SIMAK-BMN tidak menguasai aplikasi. Pelaporan atas BMN yang dikuasai oleh setiap kementerian/lembaga dilakukan melalui suatu aplikasi SIMAK-BMN yang merupakan sub sistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang wajib diselenggarakan oleh setiap kementerian/lembaga. SAI sendiri merupakan sub sistem dari Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yang diatur dalam PMK Nomor 171 Tahun 2007. Aplikasi SIMAK-BMN adalah aplikasi yang baru mulai digunakan pemakaiannya pada tahun 2009 setelah proses inventarisasi BMN selesai dilakukan, sehingga banyak operator SIMAK-BMN pada satker yang tidak memahami cara penggunaan aplikasi SIMAK-BMN. Selain itu banyak operator SIMAK-BMN pada satker adalah orang tua yang sudah tidak mengikuti perkembangan teknologi, sehingga data BMN pada satker tersebut tidak terperbaharui setiap periodenya. Akibat kurang pahamnya operator dengan aplikasi SIMAK-BMN, banyak permasalahan yang muncul dalam teknis pencatatan transaksi pada SIMAK-BMN terutama transaksi-transaksi yang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi seperti pencatatan transaksi KDP yang dibagi menjadi beberapa termin. Kesalahan pencatatan pada SIMAK-BMN dapat menyebabkan data pada SIMAK-BMN dan SAKPA tidak sesuai sehingga apabila dilakukan pengiriman dari SIMAK-BMN ke SAKPA setiap akhir bulan akan muncul perbedaan dalam bentuk akun “Aset Yang Belum Disesuaikan”. Operator juga terkadang melakukan kesalahan dalam penggunaan anggaran dalam pengadaan aset tetap, misalkan operator menggunakan anggaran belanja barang (kode akun 52) untuk pengadaan peralatan dan mesin yang seharusnya menggunakan anggaran belanja modal (kode akun 53). Hal ini akan mengakibatkan kesalahan dalam pencatatan aset tersebut, belanja barang tidak dicatat pada SIMAK-BMN melainkan dicatat pada Persediaan. Dengan kesalahan ini maka aset yang seharusnya dicatat pada SIMAK-BMN menjadi tidak tercatat dan tidak diakui sebagai aset tetap, hal ini menyebabkan laporan barang tersebut tidak diklasifikasikan dengan benar yang pada akhirnya akan menyebabkan laporan keuangan yang dilaporkan tidak dalam keadaan yang sebenar-benarnya. Operator pada Satker sering melakukan kesalahan dalam hal pencatatan nomor SP2D pada SIMAK-BMN sehingga untuk pengadaan suatu aset tertentu nomor SP2D yang dimasukan ke dalam SIMAK-BMN tidak sama dengan nomor SP2D yang dimasukkan ke dalam aplikasi SAKPA. Hal ini seperti yang terjadi pada kesalahan pencatatan KDP di atas akan menimbulkan munculnya akun “Aset Yang Belum Disesuaikan”. 
  2. Operator pada satker belum memahami alur dari proses rekonsiliasi. Terdapat operator pada beberapa satker yang belum memiliki gambaran yang jelas tentang proses rekonsiliasi yang dilakukan setiap semester. Hal ini dikarenakan proses rekonsiliasi baru diimplementasikan mulai Semester I 2010 untuk kementerian/lembaga. Pengetahuan yang masih baru menyebabkan banyak operator yang tidak memahami dengan jelas fungsi dan tujuan dari rekonsiliasi. Hal ini diperparah dengan adanya mutasi internal dalam tubuh beberapa satker sehingga orang-orang yang sudah memiliki pengetahuan tentang rekonsiliasi dimutasi dan digantikan dengan orang baru yang masih awam dengan proses rekonsiliasi tersebut. Dengan kurangnya pemahaman dan pengetahuan akan proses rekonsiliasi terdapat beberapa Operator pada satker yang tidak memenuhi hal-hal apa saja yang harus dilakukan dan dilengkapi sebelum dan pada saat melakukan rekonsiliasi. Sebelum melakukan proses rekonsiliasi satker seharusnya melakukan rekonsiliasi internal setiap bulannya, namun terdapat beberapa satker yang belum melakukan rekonsiliasi internal ini. Pada saat memenuhi panggilan rekonsiliasi dari KPKNL terdapat beberapa data yang harus dilengkapi dan dibawa oleh para satker seperti file kirim SIMAK-BMN, file kirim SAKPA, dan berkas-berkas pendukung seperti hasil cetak Neraca SIMAK-BMN. Namun, terdapat beberapa Operator yang tidak membawa file kirim dari SIMAK-BMN dan SAKPA serta tidak membawa berkas-berkas yang telah ditentukan, mereka hanya membawa back-up dari SIMAK-BMN dan SAKPA mereka sehingga para operator rekonsiliasi harus mengolah data tersebut menjadi file kirim agar siap untuk diolah oleh aplikasi rekonsiliasi yaitu MODUL Kekayaan Negara (MODUL KN).
  3. Satker tidak memenuhi panggilan rekonsiliasi. Sebelum proses rekonsiliasi dilakukan oleh KPKNL, KPKNL akan memberikan surat undangan kepada setiap satker yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam undangan tersebut dijelaskan tanggal, waktu, tempat, syarat-syarat apa saja yang harus dibawa oleh para peserta rekonsiliasi, dan sanksi yang akan diberikan jika satker tidak memenuhi undangan tersebut. Walaupun telah diberikan undangan kepada setiap satker masih saja terdapat beberapa satker yang tidak memenuhi undangan tersebut. Alasan dengan tidak datangnya satker bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti belum diperbaharuinya data pada SIMAK-BMN menyebabkan tidak ada data yang harus direkonsiliasi dan Satker kurang memberikan tanggapan dan respon pada proses rekonsiliasi serta lebih mengutamakan melakukan tugas-tugas lain yang menurut mereka lebih penting.
  4. Sanksi kepada satker yang tidak melakukan rekonsiliasi tepat waktu tidak diterapkan dengan menyeluruh. Berdasarkan PMK Nomor 102/PMK.05/2009 Pasal 5: Satuan Kerja yang tidak melakukan Pemutakhiran Data dan Rekonsiliasi Data BMN dengan KPKNL dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Bagian Kedua Pasal 11 ayat (3) tentang Pengendalian pada PerDirJen PER-07/KN/2009 mengatur sanksi dengan lebih jelas, yaitu: Sebagai tindak lanjut atas pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang berwenang untuk (a). menerbitkan surat peringatan kepada Penguna/Kuasa Pengguna Barang yang tidak menyampaikan Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna dan/atau tidak melaksanakan pemutakhiran dan rekonsiliasi data BMN dengan Pengelola Barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (b). menunda penyelesaian atas usulan pemanfaatan atau pemindahtanganan BMN yang diajukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (c). memberikan rekomendasi pengenaan sanksi penundaan penerbitan SP2D kepada KPPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun pada prakteknya pelaksanaan sanksi yang telah di atur dalam PerDirJen PER-07/KN/2009 belum memberikan hasil yang optimal. Hal ini disebabkan karena penundaan penerbitan SP2D merupakan kewenangan KPPN dan KPKNL hanya memberikan rekomendasi, berdasarkan pengalaman kebijakan di setiap KPPN tidak sama dimana ada KPPN yang mau untuk melakukan penundaan penerbitan SP2D kepada Satker yang tidak melakukan pemutakhiran dan rekonsiliasi BMN berdasarkan rekomendasi dari KPKNL. Namun sebagian KPPN tidak bersedia untuk melakukan penundaan tersebut dikarenakan kebijakan internal mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar